Syaikhona Kholil Bangkalan: Pahlawan Nasional dan Simpul Keilmuan Islam di Nusantara- Figur Syaikhona Kholil Bangkalan bukan sekadar ulama besar yang namanya dikenal di kalangan pesantren. Ia adalah pusat gravitasi keilmuan Islam di Nusantara. Ketokohannya bukan saja dilihat dari kedalaman ilmunya, tetapi juga dari kekuatan spiritual, kematangan karakter, serta pengaruh luas yang menjangkau seluruh penjuru Indonesia.
Tidak berlebihan jika banyak kiai menyebut beliau sebagai “Guru Besar Para Ulama Nusantara” karena hampir semua ulama karismatik abad ke-19 dan ke-20 pernah bersentuhan dengan sanad keilmuannya, baik secara langsung maupun melalui jalur intelektual yang beliau bangun.
Lebih jauh, mengakui beliau sebagai Pahlawan Nasional merupakan bentuk penghargaan terhadap kontribusinya dalam membangun karakter keislaman Indonesia yang moderat, tawazun, serta berakar kuat pada tradisi Ahlussunnah wal Jama’ah.
SEKILAS TENTANG SYAIKHONA KHOLIL BANGKALAN
Latar Belakang Keluarga: Keluarga Ulama yang Teguh Memegang Tradisi
Syaikhona Kholil lahir dari keluarga santri yang taat pada agama. Ayahnya, KH. Abdul Latif, merupakan sosok ulama terpandang di Madura. Ia dikenal sebagai pengamal tarekat Syattariyah sekaligus guru spiritual bagi masyarakat Bangkalan.
Ibunya, Nyai Syarifah, adalah perempuan salehah yang sangat memperhatikan pendidikan anak-anaknya. Ia terkenal sebagai sosok penuh kasih sayang, namun tegas dalam urusan agama.
Kombinasi dari ayah yang alim dan ibu yang penuh kelembutan menjadi fondasi karakter Syaikhona Kholil yang dikenal:
-
lembut tetapi tegas
-
rendah hati tetapi penuh wibawa
-
cerdas tetapi tidak pernah sombong
Rumah beliau juga sering menjadi tempat masyarakat meminta bimbingan dan fatwa. Lingkungan seperti ini menjadikan Syaikhona Kholil tumbuh dalam suasana keagamaan yang hangat dan disiplin.
Lingkungan Sosial dan Keagamaan di Madura pada Abad ke-19
Saat Syaikhona Kholil lahir, Madura dikenal sebagai wilayah dengan tradisi keagamaan yang kuat. Pesantren-pesantren mulai tumbuh dan menjadi pusat aktivitas masyarakat. Tradisi:
-
membaca kitab kuning
-
manaqiban
-
yasinan
-
tahlilan
-
wirid harian
menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Pola kehidupan religius yang sangat mengakar ini membentuk watak masyarakat yang sangat hormat pada ulama.
Dalam kultur Madura, sosok kiai tidak hanya dianggap sebagai guru, tetapi juga sebagai penuntun spiritual yang dihormati layaknya orang tua sendiri. Kehormatan terhadap ulama-lah yang membuat pengaruh Syaikhona Kholil begitu kuat dan melebar ke seluruh pelosok.
MASA KECIL DAN PENDIDIKAN AWAL
Kesungguhan Belajar Sejak Usia Dini
Sejak usia 6–7 tahun, Syaikhona Kholil sudah menunjukkan kecerdasan luar biasa. Beliau dikenal mudah menghafal dan cepat memahami pelajaran. Dalam catatan beberapa biografi, beliau bahkan mampu menghafal beberapa juz Al-Qur’an hanya dalam hitungan bulan.
Tak hanya itu, beliau juga:
-
senang menyalin kitab
-
gemar membaca kitab-kitab tebal
-
rajin mengikuti majelis ilmu ayahnya
-
sering mengamati santri yang belajar di pesantren sekitar
Sifat rasa ingin tahu yang tinggi membuatnya selalu ingin memahami hal-hal baru, terutama terkait ilmu alat seperti nahwu dan sharaf.
Belajar di Pesantren Lokal: Fondasi Ilmu yang Kokoh
Sebagian besar masa kecil Syaikhona Kholil dihabiskan di pesantren-pesantren sekitar Bangkalan. Di sinilah beliau mempelajari:
-
Fiqih dasar
-
Akidah
-
Tafsir
-
Hadis
-
Nahwu
-
Sharaf
-
Ilmu falak
-
Ilmu mantiq
Kitab-kitab dasar seperti Jurumiyah, Imrithi, Fathul Qarib, dan Safinah menjadi materi awal yang menempa beliau.
Banyak kiai mengatakan bahwa kejeniusan Syaikhona Kholil sudah tampak dari kemampuannya menghubungkan satu ilmu dengan ilmu lain, sesuatu yang jarang dimiliki anak seumurannya.
PERJALANAN MENUNTUT ILMU KE BERBAGAI PESANTREN
Pengembaraan Keilmuan yang Panjang
Pada masa remajanya, Syaikhona Kholil mulai "nyantri keliling" atau rihlah ilmiah. Ia berpindah dari satu pesantren ke pesantren lain di Jawa dan Madura. Hal ini membuatnya tidak hanya menguasai satu tradisi, tetapi berbagai tradisi pesantren di Nusantara.
Beberapa pesantren yang pernah beliau datangi antara lain:
-
Pesantren Keboncandi
-
Pesantren Langitan
-
Pesantren Sidogiri
-
Pesantren Banyuwangi
-
Pesantren dan halaqah ulama di Pajudan dan sekitarnya
Di setiap pesantren, beliau mempelajari ilmu berbeda sesuai spesialisasi kiai pengasuhnya. Ini membuat dirinya tumbuh sebagai ulama yang multidisipliner.
Guru-Guru Besar yang Membentuk Kepribadiannya
Di antara guru-gurunya yang terkenal adalah:
-
KH. Muhammad Nuruddin
-
KH. Abdul Mannan
-
KH. Ilyas
-
KH. Sholeh Tsani Langitan
Namun, yang paling berpengaruh adalah guru beliau di Haramain, yang akan dibahas pada bagian berikutnya.
Para guru ini mengakui kecerdasan beliau. Bahkan beberapa di antaranya menyebut bahwa Syaikhona Kholil termasuk santri yang “susah dikalahkan” dalam perdebatan ilmiah, tetapi tetap rendah hati.
PERJALANAN KE HARMAIN (MEKKAH & MADINAH)
Sebelum menapaki karier keulamaan besar, Syaikhona Kholil memutuskan untuk memperdalam ilmunya di Haramain, pusat peradaban Islam pada masa itu.
Kesungguhan Beliau Bertahan di Tanah Suci
Perjalanan ke Mekkah pada abad ke-19 bukan perkara mudah. Transportasi masih mengandalkan kapal layar atau kapal uap, memakan waktu berbulan-bulan, penuh risiko, dan membutuhkan biaya besar.
Namun keberanian dan tekad kuat membuat beliau tetap berangkat. Di Mekkah, beliau hidup sangat sederhana:
-
bekerja sambilan
-
tidur di tempat seadanya
-
berpuasa untuk menghemat bekal
-
menyisihkan waktu untuk terus belajar
Kesungguhan ini menjadikan beliau salah satu santri Nusantara yang paling dihormati.
Berguru kepada Ulama Besar Dunia
Di Haramain, beliau bertemu dan belajar kepada ulama besar seperti:
-
Syaikh Nawawi al-Bantani
-
Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi
-
ulama sufi Arab dan Afrika Utara
-
fuqaha Syafi'iyah terkemuka
Interaksi dengan para ulama kelas dunia inilah yang menyempurnakan keluasan ilmu beliau: fiqih, tasawuf, tauhid, hadis, bahkan filsafat Islam.
Ketika kembali ke Nusantara, beliau sudah memikul beban besar: menjadi penjaga tradisi keilmuan yang bersambung dari Haramain ke Indonesia.

